Kemah Budaya Kaum Muda (KBKM)

Kemah Budaya Kaum Muda (KBKM) 2021

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Nursalim Saputra mewakili Universitas Tadulako bersama Kelompoknya lolos mewakili Regional wilayah timur ketingkat nosional di ajang kompetisi Kemah Budaya Kaum Muda (KBKM) yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada Selesa (17/08/21)

Kemah Budaya Kaum Muda atau Singkatan dari KBKM ini, merupakan ajang tarung ide oleh para pemuda yang berani membuat inovasi dalam memecahkan masalah desa demi mewujudkan UU Pemajuan Kebudayaan No 5 Tahun 2017 melalui pendekatan STEAM (Science, Tekhnology, Engineering, Arts, Mathematics) dan atau revolusi industry 4.0. Bertujuan untuk memantik inisiatif pemuda terhadap kebudayaan dalam menghadapi tantangan masa depan.

Melalui wawancara bersama Nursalim, pada kompetisi ini Kelompoknya terdiri dari 3 orang yang berbeda jurusan bahkan salah satunya berbeda Universitas. Rahmad Gunawan selaku ketua kelompok merupakan mahasiswa Prodi Perencanaan Wilayah Kota (Untad), sedangkan Nhita Tiara Syafriana merupakan mahasiswa Prodi Gizi (Poltekes Palu). Walaupun kelompok meraka saling bertolak belakang, kompetisi KBKM ini memang tidak mengaruskan berada di jurusan atau universitas yang sama karena murni bersifat kepemudaan.

Hasil bukanlah tolak ukur keberhasilan melainkan manfaat yang diberikan kepada Masyaraka“- Nursalim, Mahasiswa PBSI Angakatan 2020

“Kelompok kami terdiri dari jurusan yang berbeda bahkan salah satunya berbeda Universitas. Saya sendiri merupakan mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, Rahmad Gunawan selaku ketua kelompok saya merupakan mahasiswa prodi Perencanaan Wilayah Kota Universitas Tadulako dan Nhita Tiara Syafriana merupakan mahasiswa prodi Gizi Poltekes Palu. Karena memang kompetisi ini bersifat kepemudaan, Meskipun kami berbeda di jurusan bahkan universitas, kami tetap mengambil inisiatif selain sebagai mahasiswa juga sebagai pemuda.” Ucap Nursalim.

Setelah melewati proses panjang yang bermula dari pendaftran dan seleksi administrasi terkait subtansi ide pada bulan Mei dengan jumlah peserta pendaftar sekitar 2.815 peserta atau 713 kelompok yang terbagi 2 kategeri yaitu aplikasi dan purwarupa. Mereka akhirnya terpilih dari 11 kelompok purwarupa untuk berangkat ke nasional mewakili regional 7 di bawah naungan BPCB Gorontalo diantaranya daerah Sulawesi Utara dan sekitarnya, Bali dan Sekitarnya, Maluku dan sekitarnya, serta Papua dan sekitarnya.

KBKM tahun ini melalui pernyataan Nursalim bahwasanya ide dalam upaya pemecahan masalah desa hanya ada dua kategori yakni Aplikasi dan Purwarupa. Merekapun memilih purwarupa sebagai karya inovasi kebudayaan dan bersepakat membuat ide Purwarupa “Arsitektur tradisional kaili (baruga) sebagai ruang multi guna”. Yang mana Ide tersebut berawal dari masalah desa yang berada di Kecampatan Dolo Barat, Kabupaten Sigi tepatnya di Desa Kaleke, terkait kurangnya kepedulian mayarakat terhadap baruga sebagai ruang sosial.

“Pada KBKM tahun ini, kami berinovasi membuat ide purwarupa yang berwal dari masalah Desa Kaleke dalam hal ini desa kami sendiri yang ada di kecamatan dolo barat. Di mana masyarakatnya kurang peduli terhadap satu bangunan tradisional (baruga) yang sebenarnya bisa dimanfaatkan sebagai ruang sosial. Oleh sebab itu, kami mengambil sikap membuat ide arsitektur tradisonal Kaili (baruga) agar kiranya dapat digunakan sebagai rung multi guna bagi masyarakat.” Ujar Nursalim.

Kemudian dalam waktu dekat ini, mereka masih melangsungkan proses ditahap aksi untuk merealisasikan ide purwarupa yang nantinya akan dipresentasikan sekaligus dinilai oleh dewan juri nasional di bulan Oktober mendatang dan ide tersebut akan dipertarungkan kembali dari 11 kelompok purwarupa  yang telah lolos ditahap regional, berarti selangkah lagi menujuh yang terbaik, makanya mereka sangat berharap dukungan dari pihak manapun agar idenya dapat teralisasi secara maksimal.

Di akhir Nursalim mengatakan bahwa terpilih menjadi wakil regional 7 ataupun wakil Sulawesi Tengah bukan kesenangan yang harus diutarakan sekarang. Apapun hasilnya bukanlah tolak ukur keberhasilan. Menurutnya yang terpenting dampak dari proses ini bagaimana pemuda berani berkontribusi dalam hal ide kepada masyarakat.

“Walaupun kami menjadi wakil regional atau lebih khusus lagi Sulawesi Tengah, kami belum bisa mengutarakan kesenangan itu sekarang. Karena menurut kami hasil bukanlah tolak ukur keberhasilan. Bagi kami yang terpenting adalah dampaknya bagaimana kami sebagai pemuda sudah berani berkontribusi membuat ide kepada masyarakat desa Kaleke.” Tegas Nursalim.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *